Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ketika anak belum bisa baca

Belum bisa baca

Setiap anak memiliki kecepatan membaca yang berbeda-beda, karena membaca adalah sebuah keterampilan yang diasah melalui beberapa tahapan dan proses yang berkelanjutan.

Tahapan anak pra-membaca

  • Anak suka memainkan buku seperti layaknya mainan lain dan belum mengerti bahwa buku tersebut mengandung cerita.
  • Tertarik dengan warna-warna cerah dan ilustrasi yang ditemukan dalam buku tersebut, tapi tidak memahami bahwa gambar tersebut mengandung cerita.
  • Anak suka mendengarkan cerita yang dibacakan oleh orang lain sambil melihat gambar-gambar di buku.
  • Belum dapat mengidentifikasi kata-kata atau huruf yang ada di dalam buku.
  • Tahapan ini terjadi pada anak usia 2-4 tahun.


Tahapan anak mulai membaca

  • Anak sudah dapat mengenal setiap huruf yang ada, tapi belum terlalu mahir merangkainya menjadi satu kata.
  • Membutuhkan gambar pada setiap halaman untuk membantunya bercerita.
  • Menghapal isi buku cerita dan mencoba untuk membacanya lagi dan lagi.
  • Membaca dengan suara yang keras tapi tidak menunjukkan ekspresi serta tidak berhenti untuk tanda baca tertentu.
  • Tahapan ini terjadi pada anak usia 4-6 tahun.

Tahapan intermediate (menengah) membaca

  • Menggunakan gambar sebagai petunjuk dari sisa-sisa kalimat untuk memahami cerita.
  • Membacanya sudah lancar dan hanya ditemukan beberapa kesalahan saja.
  • Dapat menjawab pertanyaan sederhana berdasarkan cerita tersebut.
  • Membaca dengan keras dan terkadang ekspresif serta memiliki jeda untuk beberapa tanda baca yang ada.
  • Tahapan ini terjadi pada anak usia 6-8 tahun.

Tahapan mahir membaca

  • Dapat membaca dengan lancar dan memahami sebagian besar atau keseluruhan cerita.
  • Dapat menikmati sebuah buku meskipun tanpa ada gambar.
  • Dapat menjawab berbagai pertanyaan mengenai materi atau perasaan dan pikiran tokoh cerita.
  • Dibaca dengan suara keras dan penuh eskpresif serta memahami penuh segala bentuk tanda baca.
  • Tahapan ini terjadi pada anak usia 8 tahun ke atas.

Apakah anak anda belum bisa baca ?

Kadang ada kekhawatiran saat anak hendak masuk SD tapi belum bisa baca juga, tidak seperti anak lainnya.

Ada beberapa faktor yang membuat anak belum bisa baca, salah satunya adalah Disleksia.

Apa itu Disleksia ?

Disleksia adalah kesulitan dalam membaca, menulis, menyalin, dan mencerna kata yang didengar. Kesulitan tersebut akan mengakibatkan seseorang yang mempunyai disleksia mengalami kesulitan dalam memahami inti bacaan.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. 

Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia ditengarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. 

Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.

Disleksia sangat mungkin terjadi karena adanya pengaruh dari faktor risiko, seperti:
  • Kelahiran prematur
  • Konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang selama kehamilan
  • Cedera otak ketika dilahirkan
  • Kecelakaan yang menyebabkan trauma otak
  • Stroke
Berikut ciri-cirinya :

  1. Kesulitan membedakan sisi kanan dan kiri yang dialami saat anak berusia 3 tahun
  2. Cara si anak bertutur atau menceritakan pengalaman. Misalnya bila ditanya ‘bagaimana tadi di sekolah?’ Kalau jawabnya ‘ya, pokoknya gitu deh’ maka orang tua perlu waspada.
  3. Bila terjatuh/kejedot walaupun hingga benjol besar, biasanya tidak menangis karena tidak merasakan sakit. Hal ini akibat terdapat syaraf yang tidak klik seperti orang normal sehingga dia tidak bisa merespons rasa sakit
  4. Terlambat bicara
  5. Kesulitan untuk berkonsentrasi
  6. Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya
  7. Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
  8. Huruf suka tertukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, dan ’s’ tertukar ’z’
  9. Daya ingat jangka pendek yang buruk
  10. Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
  11. Tulisan tangan yang buruk
  12. Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
  13. Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
  14. Kesulitan dalam mengingat kata-kata
  15. Kesulitan dalam diskriminasi visual
  16. Kesulitan dalam persepsi spatial
  17. Kesulitan mengingat nama-nama
  18. Kesulitan/lambat mengerjakan PR
  19. Kesulitan memahami konsep waktu
  20. Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
  21. Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
  22. Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
  23. Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat
  24. Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
  25. Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
  26. Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai
  27. Tertukar-tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama). Sehingga sering kesulitan dalam memilih kosa kata yang tepat. Misalnya mengatakan “kolam yang tebal”, padahal maksudnya “kolam yang dalam”.
  28. Sering salah mengutip dari papan tulis meski selalu duduk paling depan
  29. Tidak pernah berhasil menggambar kubus, selalu menjadi trapesium
  30. Miskin kosa kata, banyak menggunakan kata ganti ‘ini-itu
Untuk menanggulangi bisa dilakukan terapi.

Berikut ini 4 cara terapi untuk disleksia


1. Terapi Fonik
Terapi fonik adalah jenis terapi anak disleksia yang diklaim cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dengan strategi identifikasi suara. Cara pengobatan disleksia melalu terapi fonik ini meliputi:
  • Mengeja dan menulis berbagai macam kata, mulai dari kata sederhana hingga yang sifatnya kompleks
  • Mengidentifikasi kata yang memiliki bunyi vokal serupa, contohnya ‘motor’ dan ‘kotor’
  • Mengenali susunan huruf yang membentuk suatu kata
  • Belajar menyusun kalimat mengikuti kaidah SPOK yang benar
  • Memahami makna dari setiap kata yang dibaca

2. Terapi Multi-Sensorik
Terapi disleksia multi-sensorik mengandalkan koordinasi dari semua indera untuk membantu penderita disleksia dalam mengenal dan memahami setiap huruf dan kata yang terbentuk dari huruf-huruf tersebut.

Pengobatan disleksia menggunakan terapi anak disleksia multi-sensorik meliputi sejumlah aktivitas pembelajaran seperti:

Analisis Huruf Pembentuk Kata
Anda bisa menunjukkan kepada anak sebuah kata, misalnya ‘Mobil’. Bacakan kata tersebut dengan jelas dan sedikit lantang, kemudian minta ia untuk mengeja huruf yang membentuk kata tersebut. Setelahnya, tanyakan secara detail huruf apa saja yang ia lihat, dengar, dan baca.

Balok Huruf
Anak akan menyusun huruf hingga membentuk suatu kata dari mainan balok berbentuk huruf warna-warni. Anda bisa membagi jenis huruf (vokal dan konsonan) berdasarkan warna balok untuk memudahkan si kecil dalam mengidentifikasi huruf. Sembari menyusun huruf, minta ia untuk melafalkan huruf-huruf tersebut.

Koordinasi antar indera penglihatan dan pendengaran dalam metode multi-sensorik yang satu ini diklaim efektif dalam meningkatkan kemampuan baca anak pengidap disleksia.

Menulis di atas Krim atau Pasir
Gunakan medium seperti krim atau pasir dan minta anak untuk menuliskan huruf-huruf sampai membentuk suatu kata. Tuntun pelan-pelan penuh kesabaran. Setelah huruf-hurf tersusun menjadi sebuah kata, ‘Jerapah’ misalnya, mintala ia untuk melafalkan kata tersebut bersama-sama dengan Anda.

Mengetuk Jari
Latihan ini membutuhkan koordinasi antara indera peraba dan pendengaran. Berikan satu kata kepada anak Anda, misalnya ‘baik’. Lalu, minta anak untuk mengetukkan jari telunjuk ke ibu jari untuk huruf ‘b’, jari tengah ke ibu jari untuk huruf ‘a’, jari manis ke ibu jari untuk huruf ‘I’, dan jari kelingking ke ibu jari untuk huruf ‘k’.

Menempel Kosakata pada Dinding Kamar
Menempelkan sejumlah kosakata umum pada dinding kamar anak akan mengoptimalkan fungsi indera penglihatannya dalam mengindentifikasi kata-kata yang ditempel tersebut. Cara ini dinilai efektif karena secara tidak langsung anak ‘terpapar’ tulisan secara berulang sehingga kemungkinan untuk mengingat kata-kata tersebut lebih besar.

Hadirnya kata-kata umum pada dinding juga membantu ketika anak sedang melakukan kegiatan menulis, karena itu artinya ia mendapat akses cepat untuk sejumlah kata umum yang harus ia tuliskan.

3. Terapi Yoga
Yoga dapat menjadi alternatif terapi disleksia yang bisa Anda terapkan guna meningkatkan kemampuan membaca anak. Tujuan dari aktivitas yoga adalah untuk menyehatkan mental dan fisik, melatih emosi, dan daya konsentrasi. Emosi yang stabil dan konsentrasi yang baik secara otomatis akan membantu anak dalam belajar membaca dan menulis.

4. Terapi Orthopaedagogy
Terapi anak disleksia terakhir yang umum dilakukan adalah terapi orthopaedagogy. Kerap diartikan sebagai terapi pengulangan, orthopaedagogy adalah terapi disleksia untuk meningkatkan kemampuan dasar belajar.

Orthopaedagogy bertujuan untuk meningkatkan:
  • Ketelitian
  • Konsentrasi
  • Kecepatan proses belajar
  • Respons terhadap instruksi
  • Respons terhadap pertanyaan
  • Komunikasi
  • Daya ingat
  • Kepercayaan diri
Anda dapat berkonsultasi dengan dokter terkait guna menentukan metode terapi disleksia seperti apa yang paling tepat untuk diterapkan pada buah hati tercinta.

Tapi pada dasarnya adalah kesabaran dalam terapi bagi anak disleksia.

Ada film bagus tentang anak disleksia judulnya 
Taare Zameen Par 

Posting Komentar untuk "Ketika anak belum bisa baca"